Profil Singkat

Profil Singkat
PROFIL SINGKAT PANTI ASUHAN
AR RAYYAN TENGGARONG

I
Nama Panti
Panti Asuhan Ar-Rayyan
Alamat Asrama dan Sekretariat
Jl.Ahmad Muksin Gg.Kubur  No.19 RT.03
Kelurahan
Melayu
Kecamatan
Tenggarong
Kota / Kabupaten
Kutai Kartanegara
Provinsi
Kalimantan Timur
Kode Pos
75512
II
Telphone
(0541) 662108
HP
0811 5855 811
III
Tanggal Berdiri
02 September 2015
IV
Tanggal Beroperasi
01 Oktober 2015
V
AD/ART
02 Februari 2015
VI
No dan Tanggal Akte Notaris
01/02 September 2015
VII
Yayasan Penyelenggara
Yayasan Insan Ar Rayyan
VIII
NPWP
73.800.726.9-728.000
IX
Nomor Registrasi Kemenkumham
AHU-0012894.AH.01.04. Tahun 2015
X
Nomor Izin Dinsos
466.3/39/PBS.2/DS/X/2016
XI
Kepemilikan Tanah dan Bangunan
Kontrak / Sewa
XII
Status Yayasan
Terdaftar

Ilmu Sebelum Ramadhan

Ilmu Sebelum Ramadhan
Menyambut Ramadhan, bulan suci, bulan penuh kebaikan bukan hanya dengan suka cita. Persiapan fisik dianjurkan untuk dilakukan. Bentuknya adalah dengan banyak puasa sunnah di bulan Sya’ban. Perbanyak taubat mesti dilakukan agar ibadah kita dimudahkan di bulan suci Ramadhan. Bekal ilmu lebih-lebih harus kita siapkan agar ibadah kita di bulan Ramadhan tidak jadi sia-sia.

Apa saja bekal ilmu menyambut Ramadhan yang dimaksud?
1- Ilmu tentang puasa
Puasa artinya menahan diri dari berbagai pembatal puasa mulai dari terbitnya fajar Shubuh hingga tenggelamnya matahari (waktu Maghrib).
Puasa ini diwajibkan bagi orang yang telah baligh (ditandai dengan mimpi basah atau datang haidh pada wanita), tidak gila, dalam keadaan sehat dan tidak sedang bersafar.
Bagi orang yang sakit dan musafir mendapatkan keringanan tidak berpuasa dan mesti mengganti di hari lainnya (menunaikan qadha’). Begitu pula untuk orang tua renta yang tidak kuat lagi untuk berpuasa dan orang yang sakit menaun tak kunjung sembuh mendapat keringanan tidak berpuasa. Sebagai gantinya adalah menunaikan fidyah, yaitu sehari tidak berpuasa berarti menunaikan fidyah berupa satu bungkus makanan yang diberikan pada orang miskin.
Wanita hamil dan menyusui pun mendapat keringanan tidak berpuasa jika mereka merasa berat atau khawatir pada keadaan diri atau bayinya. Sebagai gantinya, wanita hamil dan menyusui tersebut mesti menunaikan qadha’ di hari lain saat ia mampu.
Adapun yang termasuk pembatal puasa adalah makan dan minum dengan sengaja, muntah dengan sengaja, datang haidh dan nifas, keluar mani saat bercumbu, dan berhubungan intim dengan sengaja.
Puasa tersebut dilakukan dengan berniat. Maksud niat adalah berkeinginan atau mengetahui dalam hati akan melakukan suatu ibadah, tanpa dilafazkan dengan ucapan niat tertentu. Niat itu pun harus ada setiap malamnya.

2- Ilmu tentang amalan sunnah saat puasa
Di antara amalan sunnah yang bisa dilakukan adalah:
a- Makan sahur
Dalam hadits dari Anas disebutkan, “Makan sahurlah kalian karena dalam sahur itu terdapat keberkahan.” (Muttafaqun ‘alaih). Waktu sahur disunnahkan untuk diakhir karena jarak makan sahur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan waktu pengerjaan Shalat Shubuh adalah sekitar membaca 50 ayat Al Qur’an (berarti: 10-15 menit).
b- Berbuka puasa
Jika azan Maghrib telah berkumandang, maka diperintahkan untuk segera berbuka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (Muttafaqun ‘alaih).
c- Memberi makan berbuka puasa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa, tanpa mengurangi pahala orang yang berpausa itu sedikit pun.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).
d- Lebih banyak bersedekah dan beribadah di bulan Ramadhan
Guru-guru dari Abu Bakr bin Maryam rahimahumullah pernah mengatakan, “Jika tiba bulan Ramadhan, bersemangatlah untuk bersedekah. Karena bersedekah di bulan tersebut lebih berlipat pahalanya seperti seseorang sedekah di jalan Allah (fii sabilillah). Pahala bacaaan tasbih (berdzikir “subhanallah”) lebih afdhol dari seribu bacaan tasbih di bulan lainnya.” (Lihat Lathoif Al Ma’arif, hal. 270).
Juga yang dituntut pada bulan Ramadhan adalah untuk memperbanyak tilawah dan mengkaji Al Qur’an.
e- Menggapai lailatul qadar, malam yang lebih baik daripada seribu bulan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan, “Carilah lailatul qadar pada malam ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari).

3- Ilmu tentang shalat tarawih
Shalat tarawih disunnahkan dilakukan secara berjama’ah baik bagi laki-laki dan perempuan. Keutamaannya di antaranya disebutkan dalam hadits Abu Hurairah, “Siapa saja yang melakukan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) atas dasar iman dan mengharap padahal dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”

4- Ilmu tentang zakat fitri
Zakat fithri adalah zakat yang dikeluarkan menjelang Idul Fitri, paling cepat dua atau tiga hari sebelum Idul Fitri. Zakat fitri yang dikeluarkan bentuknya adalah beras yang merupakan makanan pokok (bukan uang) dengan ukuran satu sho’ (kisaran 2,1 – 3,0 kg). Zakat fitri ini disalurkan pada fakir miskin dengan tujuan untuk membaha-giakan mereka pada hari raya dengan makanan dan untuk menyucikan orang yang berpuasa. Waktu akhir penunaian zakat fitri adalah sebelum shalat ‘ied dilaksanakan.

Syarat - Syarat Wajib Puasa

Sebentar lagi insya Allah kita akan memasuki bulan Ramadhan di mana kaum muslimin akan menjalani puasa yang wajib ketika itu. Tentu saja sebelum memasukinya ada persiapan ilmu yang harus kita miliki.
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata:
Barangsiapa beribadah kepada Allah tanpa didasari ilmu, maka kerusakan yang diperbuat lebih banyak daripada kebaikan yang diraih.” (Majmu’ Al Fatawa, 2: 382).

Al Qodhi Abu Syuja’ rahimahullah dalam Matan Abi Syuja’ mengatakan:
Ada empat syarat wajib puasa: (1) islam, (2) baligh, (3) berakal, (4) mampu menunaikan puasa.

Pengertian Puasa
Puasa secara bahasa berarti menahan diri (al imsak) dari sesuatu. Hal ini masih bersifat umum, baik menahan diri dari makan dan minum atau berbicara.
Sebagaimana Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman tentang maryam, Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pengasih” (QS. Maryam: 26).
Yang dimaksud berpuasa yang dilakukan oleh Maryam adalah menahan diri dari berbicara sebagaimana disebutkan dalam lanjutan ayat,
Maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini” (QS. Maryam: 26).

Dalil Kewajiban Puasa
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183). Kata ‘kutiba’ dalam ayat ini berarti diwajibkan.

Yang diwajibkan secara khusus adalah puasa Ramadhan. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah: 185).

Al Qur’an dalam ayat ini diterangkan sebagai petunjuk bagi manusia menuju jalan kebenaran. Al Qur’an itu sendiri adalah sebagai petunjuk. Al Qur’an juga petunjuk yang jelas dan sebagai pembimbing untuk membedakan yang halal dan haram. Al Qur’an pun disebut Al Furqon, yaitu pembeda antara yang benar dan yang batil.

Dari hadits shahih, dari ‘Abdullah bin ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Islam dibangun di atas lima perkara: (1) bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, (2) mendirikan shalat, (3) menunaikan zakat, (4) haji, (5) puasa Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16).

Orang Arab Badui pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia pun bertanya,
Kabarkanlah padaku mengenai puasa yang Allah wajibkan.” Rasul menjawab, “Yang wajib adalah puasa Ramadhan. Terserah setelah itu engkau mau menambah puasa sunnah lainnya.” (HR. Bukhari no. 1891 dan Muslim no. 11).

1- Syarat wajib puasa: islam
Orang yang tidak Islam tidak wajib puasa. Ketika di dunia, orang kafir tidak dituntut melakukan puasa karena puasanya tidak sah. (Lihat Al Iqna’, 1: 204 dan 404).

2- Syarat wajib puasa: baligh
Ada beberapa tanda baligh yang terdapat pada laki-laki dan perempuan:
  1. ihtilam (keluarnya mani ketika sadar atau tertidur).
  2. tumbuhnya bulu kemaluan. Namun ulama Syafi’iyah menganggap tanda ini adalah khusus untuk anak orang kafir, bukan tanda pada muslim dan muslimah.
Tanda yang khusus pada wanita: (1) datang haidh, dan (2) hamil.
Jika tanda-tanda di atas tidak didapati, maka dipakai patokan umur. Menurut ulama Syafi’iyah, patokan umur yang dikatakan baligh adalah 15 tahun.
Yang dimaksud tamyiz adalah bisa mengenal baik dan buruk atau bisa mengenal mana yang manfaat dan mudhorot (bahaya) setelah dikenalkan sebelumnya. Anak yang sudah tamyiz belum dikenai kewajiban syar’i seperti shalat, puasa atau haji. Akan tetapi jika ia melakukannya, ibadah tersebut sah. Bagi orang tua anak ketika usia menginjak tujuh tahun, ia perintahkan anaknya untuk shalat dan puasa. Jika ia meninggalkan ketika usia sepuluh tahun, maka boleh ditindak dengan dipukul. (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 14: 32-33).

3- Syarat wajib puasa: berakal
Orang yang gila, pingsan dan tidak sadarkan diri karena mabuk, maka tidak wajib puasa.
Jika seseorang hilang kesadaran ketika puasa, maka puasanya tidak sah. Namun jika hilang kesadaran lalu sadar di siang hari dan ia dapati waktu siang tersebut walau hanya sekejap, maka puasanya sah. Kecuali jika ia tidak sadarkan diri pada seluruh siang (mulai dari shubuh hingga tenggelam matahari), maka puasanya tidak sah.

Mengenai dalil syarat kedua dan ketiga yaitu baligh dan berakal adalah hadits,
Pena diangkat dari tiga orang: (1) orang yang tidur sampai ia terbangun, (2) anak kecil sampai ia ihtilam (keluar mani), (3) orang gila sampai ia berakal (sadar dari gilanya).” (HR. Abu Daud no. 4403, An Nasai no. 3432, Tirmidzi no. 1423, Ibnu Majah no. 2041)

4- Syarat wajib puasa: mampu untuk berpuasa
Kemampuan yang dimaksud di sini adalah kemampuan syar’i dan fisik. Yang tidak mampu secara fisik seperti orang yang sakit berat atau berada dalam usia senja atau sakitnya tidak kunjung sembut, maka tidak wajib puasa. Sedangkan yang tidak mampu secara syar’i artinya oleh Islam untuk puasa seperti wanita haidh dan nifas.